Asal Nama Kota JEPARA, Jawa Tengah
Asal
nama Jepara berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara
yang kemudian menjadi Jepara, yang berarti sebuah tempat pemukiman para
pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru
Dinasti Tang (618-906 M) mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir
Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling
atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di
Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini, serta dipimpin oleh seorang
raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas. Jepara baru
dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil
yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan
berada dibawah pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh
putranya yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk
membangun Jepara menjadi kota niaga. Pati Unus dikenal sangat gigih
melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadi mata rantai
perdagangan nusantara. Setelah Pati Unus wafat digantikan oleh ipar
Faletehan / Fatahillah yang berkuasa (1521-1536). Kemudian pada tahun
1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan
kepada anak dan menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadirin
(suami). Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi
Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger
perebutan tahta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran
Hadiri oleh Aryo Penangsang pada tahun 1549.Kematian orang-orang yang
dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan
kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja. Setelah terbunuhnya
Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun dari
pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar NIMAS RATU
KALINYAMAT.
Pada
masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579),Jepara berkembang pesat
menjadi Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani eksport import.
Disamping itu juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis
sejak masa Kerajaan Demak. Sebagai seorang penguasa Jepara, yang gemah
ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara kala itu sebagai Bandar Niaga
yang ramai, Ratu Kalinyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti
penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke
Malaka guna menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574. Adalah
tidak berlebihan jika orang Portugis saat itu menyebut sang Ratu sebagai
“RAINHA DE JEPARA' SENORA DE RICA”, yang artinya Raja Jepara seorang
wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya.
Serangan sang Ratu yang gagah berani ini melibatkan hamper 40 buah kapal yang berisikan lebih kurang 5.000 orang prajurit. Namun serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka, tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan tentara Kalinyamat.Namun semangat Patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang di abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia.
Dua puluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini di pimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai "“QUILIMO”.Walaupun akhirnya perang kedua ini yang berlangsung berbulan-bulan tentara Kalinyamat juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka, namun telah membuat Portugis takut dan jera berhadapan dengan Raja Jepara ini, terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis di abad 16 itu.
Sebagai peninggalan sejarah dari perang besar antara Jepara dan Portugis, sampai sekarang masih terdapat di Malaka komplek kuburan yang di sebut sebagai Makam Tentara Jawa. Selain itu tokoh Ratu Kalinyamat ini juga sangat berjasa dalam membudayakan SENI UKIR yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Badarduwung yang berasal dari Negeri Cina.
Menurut catatan sejarah Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di desa Mantingan Jepara, di sebelah makam suaminya Pangeran Hadirin. Mengacu pada semua aspek positif yang telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang makmur, kuat dan mashur maka penetapan Hari Jadi Jepara yang mengambil waktu beliau dinobatkan sebagai penguasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal 10 April 1549 ini telah ditandai dengan Candra Sengkala TRUS KARYA TATANING BUMI atau terus bekerja keras membangun daerah.
Asal Nama KARIMUNJAWA
Serangan sang Ratu yang gagah berani ini melibatkan hamper 40 buah kapal yang berisikan lebih kurang 5.000 orang prajurit. Namun serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka, tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan tentara Kalinyamat.Namun semangat Patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang di abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia.
Dua puluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini di pimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai "“QUILIMO”.Walaupun akhirnya perang kedua ini yang berlangsung berbulan-bulan tentara Kalinyamat juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka, namun telah membuat Portugis takut dan jera berhadapan dengan Raja Jepara ini, terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis di abad 16 itu.
Sebagai peninggalan sejarah dari perang besar antara Jepara dan Portugis, sampai sekarang masih terdapat di Malaka komplek kuburan yang di sebut sebagai Makam Tentara Jawa. Selain itu tokoh Ratu Kalinyamat ini juga sangat berjasa dalam membudayakan SENI UKIR yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Badarduwung yang berasal dari Negeri Cina.
Menurut catatan sejarah Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di desa Mantingan Jepara, di sebelah makam suaminya Pangeran Hadirin. Mengacu pada semua aspek positif yang telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang makmur, kuat dan mashur maka penetapan Hari Jadi Jepara yang mengambil waktu beliau dinobatkan sebagai penguasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal 10 April 1549 ini telah ditandai dengan Candra Sengkala TRUS KARYA TATANING BUMI atau terus bekerja keras membangun daerah.
Asal Nama KARIMUNJAWA
Sunan
Nyamplungan merupakan tokoh cerita rakyat yang menarik tentang
terjadinya nama Kepulauan Karimunjawa. Sunan Nyamplungan yang mempunyai
nama asli Amir Hasan adalah putra Sunan Muria. Perkembangan kehidupan
Amir Hasan dari kanak-kanak sampai dewasa selelu dimanjakan oleh Nyai
Sunan Muria, walaupun perilaku Amir Hasan sehari-hari cenderung nakal.
Melihat hal yang tidak menguntungkan terhadap diri Amir Hasan, Sunan
Muria selalu menanamkan jiwa kedisiplinan dengan mengajarkan dasar-dasar
agama Islam yang kuat, namun Amir Hasan cenderung pada kenakalan dan
kemanjaannya sehingga menjadikan Sunan Muria dan Nyai Sunan Muria
memutuskan untuk menitipkan Amir Hasan kepada pamannya, yaitu Sunan
Kudus dengan harapan asuhan Sunan Kudus dapat diterima dan kelak menjadi
orang yang baik dan soleh.
Selama dalam asuhan Sunan Kudus, Amir Hasan sudah mulai menunjukkan perubahan menjadi pemuda yang baik dan sangat taan melaksanakan ajaran/perintah Sunan Kudus. Melihat perkembangan yang demikian, Amir Hasan kemudian dikembalikan kepada Sunan Muria karena Sunan Kudus sudah merasa cukup membimbing dan mengajari berbagai ilmu khususnya mendalami ajaran agama Islam. Setelah menerima laporan dari Sunan Kudus, Sunan Muria menjadi sangat bahagia karena anaknya mau mematuhi ajaran orang tua, k emudian untuk melatih dan mencobanya diperintahkan oleh Sunan Muria agar Amir Hasan pergi ke salah satu pulau yang kelihatan dari puncak gunung Muria seperti kremun – kremun dengan disertai 2 orang abdi untuk menemani dan diberi bekal 2 biji buah nyamplung untuk ditanam dan berbagai macam barang antara lain : Mustaka Masjid yang saat ini masih ada dalam komplek makam beliau. Perjalanan Amir Hasan yang memakan waktu lama dengan menyebrang laut itupun akhirnya sampai di tempat yang dituju di sebuah pulau , kemudian Amir Hasan menetap disana dan pulau ini kelak bernama KARIMUNJAWA.
Pulau yang terlihat kremun – kremun dan masih merupakan kawasan kepulauan jawa , dipakai sebagai tempat tinggal Amir Hasan, terdapat beberapa pohon nyamplung, maka sampai sekarang masyarakat menyebut Amir Hasan dengan nama “ SUNAN NYAMPLUNGAN “
Selama dalam asuhan Sunan Kudus, Amir Hasan sudah mulai menunjukkan perubahan menjadi pemuda yang baik dan sangat taan melaksanakan ajaran/perintah Sunan Kudus. Melihat perkembangan yang demikian, Amir Hasan kemudian dikembalikan kepada Sunan Muria karena Sunan Kudus sudah merasa cukup membimbing dan mengajari berbagai ilmu khususnya mendalami ajaran agama Islam. Setelah menerima laporan dari Sunan Kudus, Sunan Muria menjadi sangat bahagia karena anaknya mau mematuhi ajaran orang tua, k emudian untuk melatih dan mencobanya diperintahkan oleh Sunan Muria agar Amir Hasan pergi ke salah satu pulau yang kelihatan dari puncak gunung Muria seperti kremun – kremun dengan disertai 2 orang abdi untuk menemani dan diberi bekal 2 biji buah nyamplung untuk ditanam dan berbagai macam barang antara lain : Mustaka Masjid yang saat ini masih ada dalam komplek makam beliau. Perjalanan Amir Hasan yang memakan waktu lama dengan menyebrang laut itupun akhirnya sampai di tempat yang dituju di sebuah pulau , kemudian Amir Hasan menetap disana dan pulau ini kelak bernama KARIMUNJAWA.
Pulau yang terlihat kremun – kremun dan masih merupakan kawasan kepulauan jawa , dipakai sebagai tempat tinggal Amir Hasan, terdapat beberapa pohon nyamplung, maka sampai sekarang masyarakat menyebut Amir Hasan dengan nama “ SUNAN NYAMPLUNGAN “
Asal Nama TELUKAWUR
Zaman
dahulu di suatu desa ada sepasang suami istri yang hidup bahagia mereka
saling mencintai satu dengan yang lainnya. Sang suami bernama Syeikh
abdul aziz dan istri Den Ayu Roro Kuning, istrinya adalah murid dari
Sunan Muria, yang mempunyai paras cantik sempurna bagai bidadari dari
khayangan. Sementara itu suaminya adalah pria dari negeri timur yang
ditugaskan oleh ayahnya untuk menyebarkan agama Islam di Jawa.
Selain
bersyiar agama Syeikh Abdul Aziz dalam kesehariannya bekerja di ladang.
Setiap kali ke ladang belum usai pekerjaannya dia selalu pulang, ini
dilakukan sekedar untuk melihat istrinya yang cantik dan yang teramat
sangat dia cintai, seakan dia tak mau sedetikpun terlewatkan untuk tidak
melihat paras sang istri tercinta. Hal ini berulang-ulang dilakukan
Syeikh Abdul Aziz, sehingga timbul ide dari istrinya, kalau hal tersebut
dibiarkan terus maka pekerjaan di ladang akan terbengkalai. Akhirnya
disuruhlah sang suami menggambar paras cantiknya untuk dibawa setiap
kali ke ladang. Karena cintanya sang suamipun menyetujui ide dari sang
istri. Setelah lukisan jadi, Syeikh Abdul Aziz selalu membawanya,
sehingga tidak perlu pulang sebelum semua pekerjaannya selesai.
Suatu
pagi yang cerah Syeikh Abdul Aziz melakukan kegiatan seperti biasa
yaitu pergi ke ladang dan tak lupa dia membawa lukisan sang istri
tercinta. Sesampainya di ladang diletakkanlah lukisan sang istri di atas
keranjang yang biasa Syeikh Abdul Aziz bawa. Tanpa firasat apapun
tiba-tiba angin datang dengan teramat kencangnya, sehingga mengakibatkan
lukisan sang istri Syeikh Abdul Aziz terbang jauh yang akhirnya jatuh
di depan halaman kerajaan yang rajanya bernama Joko Wongso. Lukisan
itupun sampai ke tangan sang raja. Betapa kagetnya sang raja setelah
melihat lukisan tersebut begitu cantik dan mempesonanya wanita yang ada
dalam lukisan ini.
Kemudian
tanpa pikir panjang raja Joko Wongso memerintahkan prajuritnya
prajuritnya untuk mencari wanita yang ada dalam lukisan. Setelah dicari
akhirnya ketemu dan dibawalah istri Syeikh Abdul Aziz ini ke kerajaannya
Joko Wongso. Sesampainya di kerajaan tersebut Den Ayu Roro Kuning
selalu sedih, murung,dan gelisah memikirkan suaminya yang pasti akan
mencari dirinya. Benar saja saat ingin membawa lukisan istrinya, Syeikh
Abdul Aziz mencari-cari lukisan tersebut, karena tidak ketemu suami Den
Ayu Roro Kuning ini memutuskan untuk pulang ke rumah dan betapa
terkejutnya dia mendapati istrinya tidak ada di rumah.
Suatu
ketika dia mendengar kabar kalau istrinya dibawa oleh Raja Joko Wongso
untuk dijadikan sebagai permaisurinya. Mendengar ini Syeikh Abdul Aziz
kemudian pergi ke kerajaan Joko Wongso dengan cara mengamen/bermain
kentrung. Sesampainya di halaman kerajaan, suami Den Ayu Roro Kuning ini
menyanyi sambil memainkan kentrungnya. Dari dalam kabupaten sayup-sayup
suara lagu dan musik inipun terdengar sampai ke telinga Den Ayu Roro
Kuning. Setelah jelas terdengar dia tak ragu lagi bahwa itu adalah suara
dari suaminya tercinta. Maka dia menyuruh abdinya untuk memanggil
pengamen tersebut yaitu Syeikh Abdul Aziz tercinta.
Pertemuan
inipun menggembirakan bagi keduanya, sehingga mereka sepakat menyusun
rencana, bagaimana cara agar Den Ayu Roro Kuning tidak bisa dijadikan
istri Joko Wongso. Rencana dirancang yakni, Den Ayu Roro Kuning
mengajukan syarat pada sang Raja. Den Ayu Roro Kuning menghadap sang
raja, istri Syeikh Abdil Aziz ini berkata “Baginda hamba siap dijadikan
permaisuri tapi dengan syarat, carikan kerang (kijing) yang menari dan
raja harus berpakaian ala nelayan lengkap dengan kepisnya”..
Karena
hasrat untuk memperistri Den Ayu Roro Kuning yang sangat kuat maka Joko
Wongso setuju tanpa rasa curiga sedikitpun atas syarat yang diajukan
oleh istri Syeikh Abdul aziz ini. Berangkatlah sang Raja ke laut dengan
harapan dapat memiliki Den Ayu Roro Kuning dengan meninggalkan pakaian
kerajaannya. Sementara itu dalam kerajaannya, pasangan suami istri ini
melaksanakan strategi yang sudah diatur. Syeikh Abdul Aziz berganti
pakaian memakai baju kerajaan raja Joko Wongso dan berpura-pura jadi
raja Joko Wongso. Kemudian dia memerintahkan pada prajurit dan rakyat
kerajaan Joko Wongso untuk menyisir pantai karena ada mata-mata yang
akan menghancurkan kerajaan. Mata-mata tersebut berpakaian nelayan
lengkap dengan kepis nya.
Dalam
perintahnya itu ada sebagian rakyatnya yang ragu (tidak percaya) tapi
karena yang memerintahkan raja maka mereka berangkat untuk mencari
mata-mata yang sebenarnya adalah rajanya sendiri. Pencarian membuahkan
hasil, tanpa ditanya dulu prajurit dan rakyat ini mengeroyok sang
nelayan. Dalam keadaan ini nelayan bilang Teluk,Teluk, (Takluk) tapi
prajurit dan rakyat tidak mau tahu, sehingga membuat sang nelayan mati,
sebelumnya ajalnya tiba sang nelayan sempat bicara ”AKU RAJAMU, AKU
SUDAH BILANG TELUK, TELUK TAPI KALIAN TETAP NGAWUR”.
Ucapan
inilah yang sekarang dijadikan nama tempat dimana Raja Joko Wongso
dulunya didholimi dan di aniaya yaitu ”TELUKAWUR” Jasad JOKO WONGSO
dimakamkan berdekatan dengan makam dan DEN AYU RORO KUNING. Makam
tersebut ada di desa Telukawur, sedangkan Syeikh Abdul Azis dimakamkan
di Desa Jondang yang kemudian Syeikh Abdul Azis dikenal dengan sebutan
nama “SYEIKH JONDANG”.
Asal Nama WELAHAN
Desa
welahan mula-mula berasal dari kata welah, yaitu mengisahkan perjalanan
Sam Poo Kong menuju ke Sunan Muria dengan membawa kapal. Tujuan beliau
adalah bersilaturahmi dan bertukar pengalaman. Dalam perbincangannya,
ada kata-kata yang diungkap Sam Poo Kong yang menyinggung dan kurang
bisa diterima oleh Sunan Muria akhirnya Sunan Muria nyamdani atau
memberi ancaman kepada Sam Poo Kong. Dalam perjalanan pulang. Kapal yang
ditumpangi mengalami kecelakaan sehingga awak kapalnya terpencar.
Jangkar kapal yang pecah tersebut terdampar di Rembang, layarnya di
daerah Keling dan welahnya ada di Welahan, tepatnya ada di sumur yang
sekarang sudah ditempati penduduk keturunan cina yang bernama Pasue.
Bagi yang percaya sumur tersebut sampai saat ini masih dianggap keramat, bahkan bagi yang percaya air sumur tersebut dianggap dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sampai sekarang oleh pemilik rumah, dipergunakan sebagai tempat penjualan jamu dengan nama Nyah Pasue (sumur pusaka). Dalam musibah pecahnya kapal tersebut, Sam Poo Kong hilang dan kemudian muncul di daerah Gedung Batu Semarang.
Sebelum ada nama Welahan, daerah ini merupakan lautan yang luas sehingga dengan kejadian itu maka Sam Poo Tay Join (teman seperguruan Sam Poo Kong) memberi nama desa Welahan.
Bagi yang percaya sumur tersebut sampai saat ini masih dianggap keramat, bahkan bagi yang percaya air sumur tersebut dianggap dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sampai sekarang oleh pemilik rumah, dipergunakan sebagai tempat penjualan jamu dengan nama Nyah Pasue (sumur pusaka). Dalam musibah pecahnya kapal tersebut, Sam Poo Kong hilang dan kemudian muncul di daerah Gedung Batu Semarang.
Sebelum ada nama Welahan, daerah ini merupakan lautan yang luas sehingga dengan kejadian itu maka Sam Poo Tay Join (teman seperguruan Sam Poo Kong) memberi nama desa Welahan.